BAB
1. PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Di
alam ini, ada begitu banyak vegetasi yang tumbuh. Dinamika alam yang ada adalah
suatu kenyataan yang tidak dapat diingkari. Segala sesuatu yang sekarang ada
sebenarnya hanyalah merupakan suatu stadium dari deretan proses perubahan yang
tidak pernah ada akhirnya. Keadaan keseimbangan yang tampaknya begitu mantap,
hanyalah bersifat relatif karena keadaan itu segera akan berubah jika salah
satu dari komponennya mengalami perubahan.
Vegetasi merupakan sistem yang dinamik, sebentar
menunjukkan pergantian yang kompleks kemudian nampak tenang, dan bila dilihat
hubungan dengan habitatnya, akan nampak jelas pergantiannya setelah mencapai
keseimbangan. Pengamatan yang lama pada pergantian vegetasi di alam menghasilkan
konsep suksesi.
Suksesi
vegetasi menurut Odum adalah: urutan proses pergantian komunitas tanaman di
dalam satu kesatuan habitat, sedangkan menurut Salisbury adalah kecenderungan
kompetitif setiap individu dalam setiap fase perkembangan sampai mencapai
klimaks, dan menurut Clements adalah proses alami dengan terjadinya koloni yang
bergantian, biasanya dari koloni sederhana ke yang lebih kompleks.
Komunitas
yang terdiri dari beberapa populasi bersifat dinamis dalam interaksinya yang
berarti dalam ekosistem mengalami perubahan sepanjang masa. Perkembangan
ekosistem menuju kedewasaan dan keseimbangan disebut suksesi ekologi atau
suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam
komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau
ekosistem klimaks atau telah tercapai keadaan seimbang (homeostatis). Di alam
terdapat dua macam suksesi yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder
Suksesi
primer terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan ini mengakibatkan
hilangnya komunitas asal tersebut secara total sehgga di tempat komunitas asal
terbentuk habitat baru. Gangguan ini dapat terjadi secara alami, misalnya tanah
longsor, letusan gunung merapi, endapan lumpur yang baru di sungai, dan endapan
pasir di pantai. Gangguan dapat pula karena perbuatan manusia misalnya
penambangan timah, batu bara, dan minyak bumi.
Suksesi
sekunder terjadi bila suatu komunitas mengalami gangguan, baik secara alami
maupun buatan. Gangguan tersebut tidak merusak total tempat tumbuh organisme,
sehingga dalam komunitas tersebut substrat lama dan kehidupan masih ada.
Contohnya, gangguan alami misalnya banjir, gelombang laut, kebakaran, angina
kencang, dan gangguan buatan seperti penebangan hutan dan pembakarn padang
rumput dengan sengaja.
Berdasarkan
keterangan diatas, dalam kesempatan kali ini kami melakukan pengamatan tentang
“Suksesi Tumbuhan” untuk mengetahui
proses terjadinya suksesi.
1.2.Tujuan
Adapun
tujuan dari pengamatan tentang suksesi adalah :
1. Untuk
mengetahui proses suksesi alami dari lahan garapan
2. Untuk
mengetahui faktor-fator yang mempengaruhi proses suksesi
1.3.Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
proses terjadinya suksesi alami dari lahan garapan?
2. Apa
saja faktor-faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya suksesi?
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan bumi
selalu berubah-ubah. Kandungan CO2 dan O2 dalam udara, iklimnya, gunungnya,
flora dan faunanya tidaklah tetap. Dalam skala yang kecil kita lihat pada
gunung Krakatau. Setelah letusannya yang amat dahsyat dalam tahun 1883,
kehidupan di pulau itu dapat dikatakan terhapus. Dari penelitian yang dilakukan
secara berulang dalam jangka waktu panjang, dapatlah diketahui kehidupan
kembali lagi. Mula-mula terdapat tumbuhan tingkat rendah, seperti lumut dan
paku-pakuan. Kemudian tumbuhan tingkat tinggi. Proses ini disebut suksesi
(Soemarwoto, 1983:24).
Suatu daerah
tidak tetap demikian untuk waktu yang lama. Diawali dengan tumbuhan daerah itu
segera dihuni oleh beragam spesies tumbuhan atau hewan. Organisme-organisme ini
mengubah habitat yang membuatnya sesuai bagi spesies lain menjadi mantap. Masa
pendewasaan perkembangan suatu daerah seringkali mencapai suatu keadaan relatif
stabil yang diberikan sebagai tahapan klimaks. Selama masa perkembangan ini,
penghunian suatu daerah baru, pertama-tama oleh tumbuhan melandasi jalan bagi
hewan-hewan untuk tinggal di dalamnya disebut suksesi. Suksesi adalah suatu
cara umum perubahan progresif dalam komposisi spesies suatu komunitas yang
sedang berkembang. Hal ini secara bertahap disebabkan oleh reaksi biotik dan
berlangsung melalui sederetan tahapan dari tahapan pelopor menuju tahapan
klimaks (Michael, 1996:383).
Vegetasi yang
dibiarkan demikian saja, menunjukkan kecenderungan untuk berubah ke suatu arah
tertentu. Biasanya dari komunitas yang tidak begitu rumit yang terdiri atas
tumbuh-tumbuhan kecil menjadi komunitas yang lebih kompleks yang didominasi
oleh tumbuh-tumbuhan yang lebih besar (atau bagaimanapun menimbulkan kesan
adanya kompetisi yang lebih besar). Perubahan itu bersifat kontinu, tahap-tahap
yang dikenal hanya merupakan ruas-ruas ungkapan vegetasi. Demikian itulah yang
disebut suksesi (Polunin, 1960:761).
Proses
pengorganisasian sendiri dengan mana ekosistem-ekosistem mengembangkan struktur
dan proses ekologi dari energi yang tersedia disebut suksesi. Suksesi meliputi
pengorganisasian menjadi mantap dan kadang-kadang kembali ke awal (retrogess).
Suksesi dipertimbangkan berakhir apabila suatu pola ke suatu kondisi yang
kurang terorganisir memulai melakukan suksesi lagi. Klimaks adalah merupakan
puncak pertumbuhan atau puncak tertinggi yang telah dicapai (Odum, 1992:456).
Komunitas yang
terdiri dari berbagai populasi bersifat dinamis dalam interaksinya yang berarti
dalam ekosistem mengalami perubahan sepanjang masa. Perkembangan ekosistem
menuju kedewasaan dan keseimbangan dikenal sebagai suksesi ekologis atau
suksesi. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem klimaks
atau telah tercapai keadaan seimbang (homeostatis) (Suharno, 1999:184).
2.1. Pengertian
Suksesi
Suksesi adalah suatu proses
perubahan, berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi pada suatu
komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga
terbentuk komunitas baru yang berbeda dengan komunitas semula. Dengan
perkataan lain, suksesi dapat diartikan sebagai perkembangan ekosistem tidak
seimbang menuju ekosistem seimbang. Suksesi terjadi sebagai akibat modifikasi
lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. (Arianto, 2008)
Secara singkat, suksesi dapat
diartikan sebagai perubahan dalam suatu komunitas yang berlangsung menuju ke
suatu pembentukan komunitas secara teratur (Tim Dosen Ekologi Tumbuhan, 2011).
Akhir proses suksesi komunitas
yaitu terbentuknya suatu bentuk komunitas
klimaks. Komunitas klimaks adalah suatu komunitas terakhir dan stabil (tidak berubah) yang mencapai
keseimbangan dengan lingkungannya. Komunitas klimaks ditandai dengan
tercapainya homeostatis atau keseimbangan, yaitu suatu komunitas yang mampu
mempertahankan kestabilan komponennya dan dapat bertahan dan berbagai perubahan
dalam sistem secara keseluruhan. (Arianto, 2008).
2.2. Macam-macam
Suksesi
Berdasarkan kondisi habitat pada
awal suksesi, dapat dibedakan dua macam suksesi, yaitu suksesi primer dan
suksesi sekunder.
2.2.1.
Suksesi
Primer
Suksesi primer terjadi jika
suatu komunitas mendapat gangguan yang
mengakibatkan komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat baru. Gangguan tersebut dapat terjadi secara alami maupun
oleh campur tangan manusia. Gangguan secara alami dapat berupa tanah longsor,
letusan gunung berapi, dan endapan lumpur di muara sungai. Gangguan oleh campur
tangan manusia dapat berupa kegiatan
penambangan (batu bara, timah, dan minyak bumi).
Suksesi primer ini diawali
tumbuhnya tumbuhan pionir, biasanya berupa
lumut kerak. Lumut kerak mampu melapukkan batuan menjadi tanah sederhana. Lumut kerak yang mati akan diuraikan oleh pengurai menjadi zat anorganik. Zat anorganik ini memperkaya nutrien pada tanah
sederhana sehingga terbentuk tanah yang lebih kompleks. Benih yang jatuh pada tempat tersebut akan tumbuh subur. Setelah itu. akan tumbuh rumput, semak, perdu, dan
pepohonan. Bersamaan dengan itu pula
hewan mulai memasuki komunitas yang haru terbentuk. Hal ini dapat
terjadi karena suksesi komunitas tumbuhan biasanya selalu diikuti dengan suksesi komunitas hewan. Secara langsung atau tidak langsung. Hal ini karena sumber makanan
hewan berupa tumbuhan sehingga
keberadaan hewan pada suatu wilayah komunitas tumbuhan akan senantiasa
menyesuaikan diri dengan jenis tumbuhan yang ada. Akhirnya terbentuklah
komunitas klimaks atau ekosistem seimbang yang tahan terhadap perubahan
(bersifat homeostatis).Salah satu contoh suksesi primer yaitu peristiwa
meletusnya gunung Krakatau. Setelah letusan itu, bagian pulau yang tersisa tertutup oleh batu apung dan abu sampai kedalaman
rata – rata 30 m.
2.2.2.
Suksesi
Sekunder
Suksesi sekunder
terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak bersifat merusak
total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat kehidupan / substrat
seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal,
tetapi tidak dari komunitas pionir.
Gangguan
yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami
atau akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angina topan, erosi,
banjir, kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan kekeringan
hutan. Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya adalah
pembukaan areal hutan.
2.3.
Tahap-tahap
Perkembangan Suksesi Sekunder
1.
Fase Permulaan
Setelah penggundulan hutan, dengan
sendirinya hampir tidak ada biomasa yang tersisa yang mampu beregenerasi.
Tetapi, tumbuhan herba dan semak-semak muncul dengan cepat dan menempati tanah
yang gundul.
2.
Fase Awal/Muda
Kurang dari satu tahun, tumbuhan
herba dan semak-semak digantikan oleh jenis-jenis pohon pionir awal yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pertumbuhan tinggi yang cepat, kerapatan
kayu yang rendah, pertumbuhan cabang sedikit, daun-daun berukuran besar yang
sederhana, relatif muda/cepat mulai berbunga, memproduksi banyak benih-benih
dorman ukuran kecil yang disebarkan oleh burung-burung, tikus atau angin, masa
hidup yang pendek (7- 25 tahun), berkecambah pada intensitas cahaya tinggi, dan
daerah penyebaran yang luas. Kebutuhan cahaya yang tinggi menyebabkan bahwa
tingkat kematian pohon-pohon pionir awal pada fase ini sangat tinggi, dan
pohon-pohon tumbuh dengan umur yang kurang lebih sama. Walaupun tegakan yang
tumbuh didominasi oleh jenis-jenis pionir, namun pada tegakan tersebut juga
dijumpai beberapa jenis pohon dari fase yang berikutnya, yang akan tetapi
segera digantikan/ditutupi oleh pionir-pionir awal yang cepat tumbuh.
Siklus unsur hara berkembang dengan
sangat cepat. Khususnya unsur-unsur hara mineral diserap dengan cepat oleh
tanaman-tanaman, sebaliknya nitrogen tanah, fosfor dan belerang pada awalnya
menumpuk di lapisan organik (Jordan 1985). Pertumbuhan tanaman dan penyerapan
unsur hara yang cepat mengakibatkan terjadinya penumpukan biomasa yang sangat
cepat. Dalam waktu kurang dari lima tahun, indeks permukaan daun dan tingkat
produksi primer bersih yang dimiliki hutan-hutan primer sudah dapat dicapai.
Biomasa daun, akar dan kayu terakumulasi secara berturut-turut. Begitu biomasa
daun dan akar berkembang penuh, maka akumulasi biomasa kayu akan meningkat
secara tajam. Hanya setelah 5-10 tahun biomasa daun dan akar halus akan
meningkat mencapai nilai seperti di hutan-hutan primer. Selama 20 tahun
pertama, produksi primer bersih mencapai 12-15 t biomasa/ha/tahun, yang
demikian melebihi yang yang dicapai oleh hutan primer yaitu 2-11 t/ha/tahun.
Proses-proses biologi akan berjalan
lebih lambat setelah sekitar 20 tahun.Ciri-ciri ini adalah permulaan dari fase
ketiga (fase dewasa).
3. Fase
Dewasa
Setelah pohon-pohon pionir awal
mencapai tinggi maksimumnya, mereka akan mati satu per satu dan secara
berangsur-angsur digantikan oleh pionir-pionir akhir yang juga akan membentuk
lapisan pohon yang homogen (Finegan 1992). Secara garis besar, karakteristik-karakteristik
pionir-pionir akhir yang relatif beragam dapat dirangkum sebagai berikut:
Walaupun sewaktu muda mereka sangat menyerupai pionir-pionir awal,
pionir-pionir akhir lebih tinggi, hidup lebih lama (50-100 tahun), dan sering
mempunyai kayu yang lebih padat.
Pionir-pionir akhir menggugurkan
daun dan memiliki biji/benih yang disebarkan oleh angin, yang seringkali dorman
di tanah dalam periode waktu yang sangat lama. Mereka bahkan dapat berkecambah
pada tanah yang sangat miskin unsur hara bila terdapat intensitas cahaya yang
cukup tinggi. Jenis-jenis pionir akhir yang termasuk kedalam genus yang sama
biasanya dijumpai tersebar didalam sebuah daerah geografis yang luas.
Dalam akhir fase, akumulasi biomasa
berangsur-angsur mengecil secara kontinyu. Dalam hutan-hutan yang lebih tua,
biimasa yang diproduksi hanya 1- 4.5 t/ha/tahun. Setelah 50-80 tahun, produksi
primer bersih mendekati nol. Sejalan dengan akumulasi biomasa yang semakin
lambat, efisiensi penggunaan unsur-unsur hara akan meningkat, karena sebagian
besar dari unsur-unsur hara tersebut sekarang diserap dan digunakan kembali.
Sebagai hasil dari keadaan tersebut dan karena adanya peningkatan unsur
hara-unsur hara yang non-fungsional pada lapisan organik dan horizon tanah
bagian atas, maka konsentrasi unsur-unsur hara pada biomasa menurun (Brown
& Lugo 1990). Perputaran kembali unsur hara pada daun-daunan jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan fase sebelumnya.
4. Fase
klimaks
Pionir-pionir akhir mati satu per
satu setelah sekitar 100 tahun (Liebermann & Liebermann 1987) dan
berangsur-angsur digantikan oleh jenis-jenis tahan naungan yang telah tumbuh
dibawah tajuk pionir-pionir akhir. Jenis-jenis ini adalah jenis-jenis pohon
klimaks dari hutan primer, yang dapat menunjukkan ciri-ciri yang berbeda.
Termasuk dalam jenis-jenis ini adalah jenis-jenis kayu tropik komersil yang
bernilai tinggi dan banyak jenis lainnya yang tidak (belum) memiliki nilai
komersil.
Perlahan-lahan suatu kondisi
keseimbangan yang stabil (steady-state) mulai terbentuk, dimana tanaman-tanaman
yang mati secara terus menerus digantikan oleh tanaman (permudaan) yang baru.
Areal basal dan biomasa hutan primer semula dicapai setelah 50-100 tahun
(Riswan et al. 1985) atau 150-250 tahun (Saldarriaga et. al. 1988). Setelah itu
tidak ada biomasa tambahan yang terakumulasi lagi. Namun, permudaan
lubang/celah tajuk yang khas terjadi pada hutan-hutan tropik basah biasanya
memerlukan waktu selama 500 tahun (Riswan et al. 1985).
Suksesi standar yang dijelaskan di
atas adalah suatu contoh gambaran yang sangat skematis dari proses-proses
suksesi yang sangat kompleks dan beragam. Walaupun kebanyakan suksesi mengikuti
pola seperti yang dijelaskan di atas, pada kenyataannya di alam beberapa tahap
suksesi sering terlampaui, atau berbagai proses suksesi muncul secara bersamaan
dalam susunan seperti mosaik. Suatu situasi khusus terjadi, bila permudaan dari
jenis pohon klimaks tetap hidup atau terdapat di seluruh areal setelah atau
walaupun terjadi gangguan yang menyebabkan penggundulan hutan tersebut. Dalam
hal ini, seluruh fase suksesi akan dilalui oleh komunitas tumbuhan tersebut,
dan sebagai akibatnya yang terjadi hanyalah perubahan struktur hutan.
Proses suksesi sangat terkait
dengan faktor linkungan, seperti letak lintang, iklim, dan tanah. Lingkungan
sangat menentukan pembentukkan struktur komunitas klimaks. Misalnya, jika
proses suksesi berlangsung di daerah beriklim kering, maka proses tersebut akan
terhenti (klimaks) pada tahap komunitas rumput; jika berlangsung di daerah
beriklim dingin dan basah, maka proses suksesi akan terhenti pada komunitas
(hutan) conifer, serta jika berlangsung di daerah beriklim hangat dan basah,
maka kegiatan yang sama akan terhenti pada hutan hujan tropic (Irwanto, 2010).
Lalu
proses suksesi sangat beragam, tergantung kondisi lingkungan. Proses suksesi
pada daerah hangat, lembab, dan subur dapat berlangsung selama seratus tahun.
Coba kalian bandingkan kejadian suksesi pada daerah yang ekstrim (misalnya di
puncak gunung atau daerah yang sangat kering). Pada daerah tersebut proses
suksesi dapat mencapai ribuan tahun. Kecepatan proses suksesi dipengaruhi oleh
beberapa faktor berikut :
1.
Luas komunitas asal yang rusak
karena gangguan.
2.
Jenis-jenis tumbuhan yang
terdapat di sekitar komunitas yang terganggu.
3.
Kehadiran pemencar benih.
4.
Iklim, terutama arah dan
kecepatan angina yang membantu penyebaran biji, sporam dan benih serta curah
hujan.
5.
Jenis substrat baru yang
terbentuk
6.
Sifat – sifat jenis tumbuhan yang
ada di sekitar tempat terjadinya suksesi.
Suksesi tidak hanya terjadi di
daratan, tetapi terjadi pula di perairan misalnya di danau dan rawa. Danau dan
rawa yang telah tua akan mengalami pendangkalan oleh tanah yang terbawa oleh
air. Danau yang telah tua ini disebut eutrofik.
Telah dijelaskan bahwa akhir
sukses adalah terbentuknya suatu komunitas klimaks. Berdasarkan tempat
terbentuknya, terdapat tiga jenis komunitas klimaks sebagai berikut :
- Hidroser yaitu sukses yang terbentuk di ekosistem air tawar.
- Haloser yaitu suksesi yang terbentuk di ekosistem air payau
- xeroser yaitu sukses yang terbentuk di daerah gurun.
Pembentukkan komunitas klimaks sangat dipengaruhi
oleh musim dan biasanya komposisinya bercirikan spesies yang dominant.
Berdasarkan pengaruh musim terhadap bentuknya komunitas klimaks, terdapat dua
teori sebagai berikut :
- Hipotesis monoklimaks menyatakan bahwa pada daerah musim tertentu hanya terdapat satu komunitas klimaks
- Hipoteis poliklimaks mengemukakan bahwa komunitas klimaks dipengaruhi oleh berbagai faktor abiotik yang salah satunya mungkin dominan.
(Arianto, 2008)
BAB 3. METODE PENELITIAN
3. 1.
Tempat
dan Waktu Penelitian
Pengamatan
ini dilakukan mulai bulan Oktober 2011 selama 5 minggu. Tempat pengamatan
adalah di belakang Gedung Kauje, Jember.
3. 2.
Alat
dan Bahan
3.2.1.
Alat
§ Cangkul
§ Parang
§ Meteran
§ Kantong plastik
§ Tali rafia
§ Label
3.2.2. Bahan:
§ Dua
buah lahan alami seluas 10x10 m2
1.1.
Pembahasan
Pada Praktikum
kali ini membahas tentang “ Suksesi Tumbuhan” yang bertujuan untuk mengetahui
proses terjadinya suksesi alami dari lahan garapan dan mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi suksesi. Suksesi
merupakan proses perubahan dalam suatu komunitas yang berlangsung hingga menuju
suatu arah pembentukan komunitas secara teratur. Suksesi merupakan proses yang
terjadi akibat adanya modifikasi lingkungan fisik dalam suatu komunitas
tersebut. Pengamatan suksesi ini kami lakukan di
belakang Gedung Kauje.
Praktikum ini dilakukan dengan membuat petak sebanyak 1
buah dengan luas 1 m X 1 m, petak inilah yang dibuat gundul (dirusak) dengan
cara mencangkul area petak ini hingga akar tanaman yang ada manjadi hilang sama
sekali. Kemudian petak tersebut dibagi menjadi 16 petak kecil dengan ukuran
masing-masing yaitu 25 cm X 25 cm. petak dibuat dengan menggunakan tali rafia
dengan warna yang mencolok (misalnya merah), pemilihan warna ini bertujuan agar
pembatas (garis) tersebut masih dapat terlihat jelas walaupun nantinya tumbuh
berbagai tumbuhan dengan lebat.
Pengamatan tentang suksesi ini dilakukan selama 5 minggu.
Pada saat penbuatan petak dan pencangkulan lahan, dihitung sebagai minggu ke 0.
Selama berlangsungnya pengamatan suksesi, praktikan mengalami beberapa minggu
di mana tidak turun hujan (± 2 minggu), sedangkan di sisa minggu yang ada, hampir
setiap harinya turun hujan. Apabila tempat suksesi tergenang air, maka pada
saat pengamatan air yang tergenang tersbut harus dikuras agar vegetasi yang
kemungkinan tumbuh di plot yang tergenangi air bisa terlihat.
Perlu diketahui bahwa hujan sangat berpengaruh dalam
pertumbuhan tanaman dan berlangsungnya suksesi di dalam tumbuhan pada petak
yang bersangkutan. Semakin deras
hujan yang terjadi, maka akan dapat dipastikan suksesi yang terjadi juga akan
semakin subur (lebat).
Pada minggu pertama, hanya ada sedikit vegetasi yang
tumbuh. Adapun vegetasi yang tumbuh pertama kali adalah rumput teki. Hampir di
setiap petak ditumbuhi oleh rumput teki, kecuali pada petak ke 8 – 10 dan petak
ke 14 – 16 belum ada vegetasi yang tumbuh. Hal ini kemungkinan pada petak
tersebut, proses pencangkulan sampai menghilangkan akar dari tanaman yang ada
sebelumnya sehingga diperlukan proses yang lama untuk menumbuhkan kembali
tanaman tersebut.
Pada minggu kedua, terdapat vegetasi baru, yaitu ilalang.
Tetapi tidak semua petak yang ditumbuhi ilalang. Petak yang tidak ditumbuhi
ilalang yaitu petak nomor 2, 5, 7, 9, 10, 12, 15, dan 16. Begitu pula dengan
tumbuhnya rumput teki. Ternyata, pada minggu kedua pun, tidak semua petak yang
ditumbuhi rumput teki. Pada petak nomor
9, 10, 15, dan 16 belum ada satu vegetasi pun yang tumbuh.
Pada minggu ketiga, pertumbuhan rumput teki yang ada pada
beberapa plot menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hal itu bisa dilihat
dari jumlah rata-rata luas penutupan pada semua petak. Tetapi masih ada 3 plot
yang belum ditumbuhi vegetasi, yaitu petak 9, 10, dan 16.
Pada minggu keempat, pertambahan luas penutupan dan
tinggi vegetasi semakin terlihat. Tetapi pada petak 9, 10, dan 16 masih belum
ditumbuhi vegetasi.
Pada minggu kelima, semua petak sudah ditumbuhi vegetasi,
baik rumput teki saja maupun ilalang dan rumput teki. Namun, jika dilihat dari
grafik luas penutupan, ternyata rumput teki mengalami penurunan. Hal ini
kemungkinan dikarenakan sering terjadinya hujan yang mengakibatkan daun-daun
pada rumput teki menjadi layu sehingga dalam pengukuran luas penutupan, terjadi
kesalahan hitung oleh praktikan.
Berikut adalah hasil grafik penutupan luas dan grafik
tinggi :
Dari grafik luas penutupan dan grafik tinggi di atas dapat diketahui bahwa
tidak terjadi pertautan grafik antara teki dan ilalang. Ini menunjukkan bahwa
belum terjadi suksesi secara sempurna. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa
tanaman rumput teki mendominasi pertumbuhan pada setiap petak. Hal ini
dikarenakan rumput teki dapat tumbuh pada lingkungan yang terbatas.
Dalam praktikum yang kami lakukan, suksesi yang terjadi pada lahan garapan
yang kami buat termasuk dalam jenis suksesi
sekunder. Suksesi sekunder muncul dari kerusakan alam yang parsial saja,
hal ini sesuai karena kerusakan yang timbul hanya disebabkan oleh proses
pencangkulan dan bukan karena kerusakan alam total yang umumnya terjadi akibat
bencana alam.
Jenis suksesi sekunder yang terjadi berdasarkan hasil pengamatan
menunjukkan proses perubahan yang disebut suksesi progresif. Hal ini disebabkan perubahan komunitas tumbuhan
atau vegetasi menggambarkan bertambah banyaknya suatu lahan garapan oleh
berbagai jenis tumbuhan pada hasil percobaan.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa vegetasi
yang pertama muncul adalah jenis rerumputan yaitu rumput teki. Hal ini
disebabkan jenis suksesi merupakan suksesi sekunder, dimana sudah terdapat
kehidupan sebelumnya. Vegetasi yang biasanya muncul pertama kali biasanya
berupa tumbuhan pelopor atau pionir yaitu tumbuhan yang berkemampuan tinggi
untuk hidup pada lingkungan yang serba terbatas pada berbagai faktor pembatas.
Kehadiran kelompok pionir ini akan menciptakan kondisi lingkungan tertentu yang
memberikan kemungkinan hidup bagi tumbuhan lainnya. Jenis tumbuhan pionir
lainnya yaitu tumbuhan lumut kerak. Lumut kerak termasuk dalam tumbuhan pionir sebab
memiliki kemampuan dalam proses pembentukam lapisan tanah, memecah batuan
dengan akarnya dan membebaskan materi organik ketika terjadi pelapukan dari
bagian tumbuhan yang mati.
Proses terjadinya suksesi dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang
baik secara terpisah-pisah maupun dalam kombinasi dapat mempengaruhi
ketidakhadiran atau kehadiran, keberhasilan atau kegagalan berbagai komunitas
tumbuhan melalui vegetasi penyusunnya (Polunin, 1990:348).
Faktor-faktor
lingkungan dapat dikelompokkan menjadi kategori yaitu :
a)
Iklim
b)
Fisiografis
c)
Edatik
d) Biotik
Berikut ini
adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suksesi :
a.
Iklim
- Curah
hujan
Curah hujan menentukan ketersediaan air untuk pertumbuhan
dan proses-proses penting lainnya pada vegetasi (Polunin, 1990:353). Air
merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan tipe vegetasi. Air
dapat mengubah kadar garam tanah sehingga dapat mempengaruhi vegetasi suatu
daerah. Jumlah hujan yang turun berlainan antara suatu daerah dengan daerah
lainnya, tergantung dari beberapa faktor yaitu topografi, letak daerah dan
letak geografis.
- Suhu
Suhu di daerah tropika tidak pernah turun sampai titik
beku dan kebanyakan berkisar antara 200C dan 280C. Suhu
tropika yang tinggi disebabkan oleh sudut jatuh pancaran surya yang hampir
tegak. Perubahan tahunan panjangnya hari yang hanya kecil, dan kapasitas bahan
dalam lautan dan tanah. Suhu yang tinggi pada daerah tropika kebanyakan
disebabkan oleh suhu minimum yang lebih tinggi dan tidak dipengaruhi suhu
maksimumnya yang dekat di khatulistiwa mencapai kira-kira 300C.
- Kelembaban
Kelembaban atmosfer yang merupakan fungsi dari
banyaknya dan lamanya curah hujan, terdapatnya air tergenang, dan suhu
merupakan faktor lingkungan yang penting yang dapat menentukan ada atau
tidaknya beberapa jenis tumbuhan dan hewan dalam habitat tertentu. Ukuran yang
paling berguna untuk penelitian ekologi adalah daya penguapan udara, ukuran
lain kelembaban atmosfer adalah persentase kelembaban nisbi dan laju penguapan
yang diukur dengan porimeter.
Kelembaban dapat menentukan ada atau tidaknya
beberapa jenis tumbuhan dalam suatu tempat. Sumber utama air dalam udara adalah
hasil penguapan dari sungai atau genangan air, laut, tanah, serta hasil
transpirasi dari tumbuhan.
Kelembaban udara dipengaruhi oleh temperatur, yaitu
apabila suhu turun menyebabkan kelembaban relatif bertambah, sedangkan jika
suhu naik maka kelembaban akan berkurang. Kelembaban dan suhu juga mempengaruhi
dalam menentukan daerah distribusi tumbuhan terutama pepohonan.
- Angin
Pengaruh angin terhadap vegetasi cukup penting.
Angin memberikan pengaruh terhadap konfigrasi, distribusi tumbuhan dan juga mempengaruhi
faktor ekologi lainnya seperti kandungan air dalam udara, suhu di suatu tempat
melalui pengaruhnya terhadap penguapan. Angin juga mempengaruhi secara langsung
vegetasi yaitu dengan menumbangkan pohon-pohon atau mematahkan dahan-dahan atau
bagian-bagian lain (Polunin, 1990:358)
- Cahaya
Cahaya juga memainkan peranan penting dalam penyebaran,
orientasi dan pembungaan tumbuhan. Di dalam hutan tropika, cahaya merupakan
faktor pembatas, dan jumlah cahaya yang menembus melalui sudut hutan akan
tampak menentukan lapisan atau tingkatan yang terbentuk oleh pepohonan.
- Keseimbangan
Energi
Baik tumbuhan maupun hewan tersinari dari segala
arah dengan sinaran surya, yaitu oleh sinar surya langsung maupun cahaya yang
dipantulkan dari tanah, dari benda lain di sekelilingnya dan dari awan. Sinaran surya penting bagi tumbuhan karena meupakan
satu-satunya sumber energi untuk fotosintesis. Secara tidak langsung sinar itu
juga menyediakan energi untuk segala proses kehidupan dalam biosfer.
b.
Faktor fisiografis
-
Topografi
Faktor topografi berurusan dengan corak permukaan daratan
dan mencakup ketinggian, kemiringan tanah, lapis alas geologi yang mempengaruhi
pengirisan, pengikisan dan penutupan. Berbagai corak permukaan tanah itu
berpengaruh pada sifat dan sebaran komunitas tumbuhan.
c.
Faktor edatik
-
Tanah
Tanah membentuk lingkungan untuk sistem akar yang rumit
pada tumbuhan dan bagian bawah tanah lainnya seperti rhizoma, subang dan umbi
lapis maupun untuk sejumlah jasad tanah. Tanah juga secara terus menerus
menyediakan air dan garam mineral. Dapat berdiri tegaknya tanaman di atas tanah
merupakan masalah yang peka. Beberapa jenis tanaman tidak dapat tumbuh pada
pada tanah jenis tertentu kecuali jika pohon itu telah tersesuaikan secara
khusus.
d.
Faktor biotik
Meliputi pengaruh jasad kehidupan baik hewan maupun
tumbuhan. Pengaruh itu dapat langsung ataupun tidak langsung dan dapat
merugikan atau menguntungkan tumbuhan tersebut. Di dalam hutan banyak terdapat
tumbuhan, komunitas tersebut berinteraksi satu sama lain dan menyesuaikan diri
dengan keadaan lingkungannya.
Sehingga dari percobaan yang telah dilakukan dapat
dikatakan berhasil sebab tampak terjadinya proses suksesi yakni perubahan dalam
suatu komunitas yang berlangsung menuju ke suatu arah pembentukan komunitas
secara teratur. Hal ini nampak dengan munculnya beberapa jenis vegetasi yang
nantinya akan membentuk suatu komunitas baru.
BAB 5. PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
1.
Suksesi
yang kami lakukan ini merupakan jenis suksesi sekunder. Karena telah ditemukan
adanya kehidupan sebelumnya, yaitu berupa rumput-rumput liar, yang kemudian
dibersihkan dengan cara dicangkul sampai bersih hingga akar-akarnya. Proses
suksesi sekunder dimulai lagi dari
tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pioner. Yaitu ada fase permulaan, fase awal, fase muda, dan
diakhiri dengan fase klimaks yang ditandai dengan matinya tanaman secara
terus-menerus.
2.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi suksesi:
a) Iklim
1) Curah
hujan
2) Suhu
dan kelembaban
3) Angin
cahaya
4) Keseimbangan
energi
b)Fisiografis:
Topografi
c) Edatik:
Tanah
d) Biotik
5.2.
Saran
·
Sebaiknya pengamatan
suksesi harus lebih teliti dalam mengamati dan mengukur jenis tumbuhan
yang tumbuh pada lahan garapan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arianto.
2008. Pengertian Suksesi [serial online] http://sobatbaru.blogspot.com
/2008/06/pengertian-suksesi.html [18 Desember 2011]
Irwanto,
2010. Tahap-tahap Perkembangan Suksesi [serial online] http://irwantoshut.blogspot.com/2010/03/tahap-tahap-perkembangan-suksesi.html [18 Desember 2011]
Michael, P., 1996. Metode
Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta : UI Press.
Odum, H. T., 1992. Ekologi
Sistem Suatu Pengantar. Yogyakarta : UGM Press.
Polunin, M., 1960. Pengantar
Geografi dan Beberapa Ilmu Serumpun. Yogyakarta : UGM Press,.
Soemarwoto, O., 1983. Ekologi,
Lingkungan Hidup dan Pembangunan,. Jakarta : Djambatan
Suharno, 1999, Biologi, Jakarta : Erlangga.
Tim
Dosen Ekologi Tumbuhan. 2011. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Jember :
Universitas Jember