Jumat, 16 November 2012

SUKSESI TUMBUHAN


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Di alam ini, ada begitu banyak vegetasi yang tumbuh. Dinamika alam yang ada adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diingkari. Segala sesuatu yang sekarang ada sebenarnya hanyalah merupakan suatu stadium dari deretan proses perubahan yang tidak pernah ada akhirnya. Keadaan keseimbangan yang tampaknya begitu mantap, hanyalah bersifat relatif karena keadaan itu segera akan berubah jika salah satu dari komponennya mengalami perubahan.
Vegetasi  merupakan sistem yang dinamik, sebentar menunjukkan pergantian yang kompleks kemudian nampak tenang, dan bila dilihat hubungan dengan habitatnya, akan nampak jelas pergantiannya setelah mencapai keseimbangan. Pengamatan yang lama pada pergantian vegetasi di alam menghasilkan konsep suksesi.
Suksesi vegetasi menurut Odum adalah: urutan proses pergantian komunitas tanaman di dalam satu kesatuan habitat, sedangkan menurut Salisbury adalah kecenderungan kompetitif setiap individu dalam setiap fase perkembangan sampai mencapai klimaks, dan menurut Clements adalah proses alami dengan terjadinya koloni yang bergantian, biasanya dari koloni sederhana ke yang lebih kompleks.
Komunitas yang terdiri dari beberapa populasi bersifat dinamis dalam interaksinya yang berarti dalam ekosistem mengalami perubahan sepanjang masa. Perkembangan ekosistem menuju kedewasaan dan keseimbangan disebut suksesi ekologi atau suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem klimaks atau telah tercapai keadaan seimbang (homeostatis). Di alam terdapat dua macam suksesi yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder
Suksesi primer terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan  ini mengakibatkan hilangnya komunitas asal tersebut secara total sehgga di tempat komunitas asal terbentuk habitat baru. Gangguan ini dapat terjadi secara alami, misalnya tanah longsor, letusan gunung merapi, endapan lumpur yang baru di sungai, dan endapan pasir di pantai. Gangguan dapat pula karena perbuatan manusia misalnya penambangan timah, batu bara, dan minyak bumi.
Suksesi sekunder terjadi bila suatu komunitas mengalami gangguan, baik secara alami maupun buatan. Gangguan tersebut tidak merusak total tempat tumbuh organisme, sehingga dalam komunitas tersebut substrat lama dan kehidupan masih ada. Contohnya, gangguan alami misalnya banjir, gelombang laut, kebakaran, angina kencang, dan gangguan buatan seperti penebangan hutan dan pembakarn padang rumput dengan sengaja.
Berdasarkan keterangan diatas, dalam kesempatan kali ini kami melakukan pengamatan tentang “Suksesi Tumbuhan” untuk mengetahui proses terjadinya suksesi.

1.2.Tujuan
Adapun tujuan dari pengamatan tentang suksesi adalah :
1.    Untuk mengetahui proses suksesi alami dari lahan garapan
2.    Untuk mengetahui faktor-fator yang mempengaruhi proses suksesi

1.3.Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah proses terjadinya suksesi alami dari lahan garapan?
2.      Apa saja faktor-faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya suksesi?
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan bumi selalu berubah-ubah. Kandungan CO2 dan O2 dalam udara, iklimnya, gunungnya, flora dan faunanya tidaklah tetap. Dalam skala yang kecil kita lihat pada gunung Krakatau. Setelah letusannya yang amat dahsyat dalam tahun 1883, kehidupan di pulau itu dapat dikatakan terhapus. Dari penelitian yang dilakukan secara berulang dalam jangka waktu panjang, dapatlah diketahui kehidupan kembali lagi. Mula-mula terdapat tumbuhan tingkat rendah, seperti lumut dan paku-pakuan. Kemudian tumbuhan tingkat tinggi. Proses ini disebut suksesi (Soemarwoto, 1983:24).
Suatu daerah tidak tetap demikian untuk waktu yang lama. Diawali dengan tumbuhan daerah itu segera dihuni oleh beragam spesies tumbuhan atau hewan. Organisme-organisme ini mengubah habitat yang membuatnya sesuai bagi spesies lain menjadi mantap. Masa pendewasaan perkembangan suatu daerah seringkali mencapai suatu keadaan relatif stabil yang diberikan sebagai tahapan klimaks. Selama masa perkembangan ini, penghunian suatu daerah baru, pertama-tama oleh tumbuhan melandasi jalan bagi hewan-hewan untuk tinggal di dalamnya disebut suksesi. Suksesi adalah suatu cara umum perubahan progresif dalam komposisi spesies suatu komunitas yang sedang berkembang. Hal ini secara bertahap disebabkan oleh reaksi biotik dan berlangsung melalui sederetan tahapan dari tahapan pelopor menuju tahapan klimaks (Michael, 1996:383).
Vegetasi yang dibiarkan demikian saja, menunjukkan kecenderungan untuk berubah ke suatu arah tertentu. Biasanya dari komunitas yang tidak begitu rumit yang terdiri atas tumbuh-tumbuhan kecil menjadi komunitas yang lebih kompleks yang didominasi oleh tumbuh-tumbuhan yang lebih besar (atau bagaimanapun menimbulkan kesan adanya kompetisi yang lebih besar). Perubahan itu bersifat kontinu, tahap-tahap yang dikenal hanya merupakan ruas-ruas ungkapan vegetasi. Demikian itulah yang disebut suksesi (Polunin, 1960:761).
Proses pengorganisasian sendiri dengan mana ekosistem-ekosistem mengembangkan struktur dan proses ekologi dari energi yang tersedia disebut suksesi. Suksesi meliputi pengorganisasian menjadi mantap dan kadang-kadang kembali ke awal (retrogess). Suksesi dipertimbangkan berakhir apabila suatu pola ke suatu kondisi yang kurang terorganisir memulai melakukan suksesi lagi. Klimaks adalah merupakan puncak pertumbuhan atau puncak tertinggi yang telah dicapai (Odum, 1992:456).
Komunitas yang terdiri dari berbagai populasi bersifat dinamis dalam interaksinya yang berarti dalam ekosistem mengalami perubahan sepanjang masa. Perkembangan ekosistem menuju kedewasaan dan keseimbangan dikenal sebagai suksesi ekologis atau suksesi. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem klimaks atau telah tercapai keadaan seimbang (homeostatis) (Suharno, 1999:184).

2.1.       Pengertian Suksesi
Suksesi adalah suatu proses perubahan, berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi pada suatu komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk komunitas baru yang berbeda dengan komunitas semula. Dengan perkataan lain, suksesi dapat diartikan sebagai perkembangan ekosistem tidak seimbang menuju ekosistem seimbang. Suksesi terjadi sebagai akibat modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. (Arianto, 2008)
Secara singkat, suksesi dapat diartikan sebagai perubahan dalam suatu komunitas yang berlangsung menuju ke suatu pembentukan komunitas secara teratur (Tim Dosen Ekologi Tumbuhan, 2011).
Akhir proses suksesi komunitas yaitu terbentuknya suatu bentuk komunitas klimaks. Komunitas klimaks adalah suatu komunitas terakhir dan stabil (tidak berubah) yang mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Komunitas klimaks ditandai dengan tercapainya homeostatis atau keseimbangan, yaitu suatu komunitas yang mampu mempertahankan kestabilan komponennya dan dapat bertahan dan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan. (Arianto, 2008).

2.2.       Macam-macam Suksesi
Berdasarkan kondisi habitat pada awal suksesi, dapat dibedakan dua macam suksesi, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder.
2.2.1.      Suksesi Primer
Suksesi primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang mengakibatkan komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat baru. Gangguan tersebut dapat terjadi secara alami maupun oleh campur tangan manusia. Gangguan secara alami dapat berupa tanah longsor, letusan gunung berapi, dan endapan lumpur di muara sungai. Gangguan oleh campur tangan manusia dapat berupa kegiatan penambangan (batu bara, timah, dan minyak bumi).
Suksesi primer ini diawali tumbuhnya tumbuhan pionir, biasanya berupa lumut kerak. Lumut kerak mampu melapukkan batuan menjadi tanah sederhana. Lumut kerak yang mati akan diuraikan oleh pengurai menjadi zat anorganik. Zat anorganik ini memperkaya nutrien pada tanah sederhana sehingga terbentuk tanah yang lebih kompleks. Benih yang jatuh pada tempat tersebut akan tumbuh subur. Setelah itu. akan tumbuh rumput, semak, perdu, dan pepohonan. Bersamaan dengan itu pula hewan mulai memasuki komunitas yang haru terbentuk. Hal ini dapat terjadi karena suksesi komunitas tumbuhan biasanya selalu diikuti dengan suksesi komunitas hewan. Secara langsung atau tidak langsung. Hal ini karena sumber makanan hewan berupa tumbuhan sehingga keberadaan hewan pada suatu wilayah komunitas tumbuhan akan senantiasa menyesuaikan diri dengan jenis tumbuhan yang ada. Akhirnya terbentuklah komunitas klimaks atau ekosistem seimbang yang tahan terhadap perubahan (bersifat homeostatis).Salah satu contoh suksesi primer yaitu peristiwa meletusnya gunung Krakatau. Setelah letusan itu, bagian pulau yang tersisa tertutup oleh batu apung dan abu sampai kedalaman rata – rata 30 m.



2.2.2.      Suksesi Sekunder
Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat kehidupan / substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir.
Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami atau akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angina topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan kekeringan hutan. Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya adalah pembukaan areal hutan.


2.3.       Tahap-tahap Perkembangan Suksesi Sekunder
1.    Fase Permulaan
Setelah penggundulan hutan, dengan sendirinya hampir tidak ada biomasa yang tersisa yang mampu beregenerasi. Tetapi, tumbuhan herba dan semak-semak muncul dengan cepat dan menempati tanah yang gundul.
2.    Fase Awal/Muda
Kurang dari satu tahun, tumbuhan herba dan semak-semak digantikan oleh jenis-jenis pohon pionir awal yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pertumbuhan tinggi yang cepat, kerapatan kayu yang rendah, pertumbuhan cabang sedikit, daun-daun berukuran besar yang sederhana, relatif muda/cepat mulai berbunga, memproduksi banyak benih-benih dorman ukuran kecil yang disebarkan oleh burung-burung, tikus atau angin, masa hidup yang pendek (7- 25 tahun), berkecambah pada intensitas cahaya tinggi, dan daerah penyebaran yang luas. Kebutuhan cahaya yang tinggi menyebabkan bahwa tingkat kematian pohon-pohon pionir awal pada fase ini sangat tinggi, dan pohon-pohon tumbuh dengan umur yang kurang lebih sama. Walaupun tegakan yang tumbuh didominasi oleh jenis-jenis pionir, namun pada tegakan tersebut juga dijumpai beberapa jenis pohon dari fase yang berikutnya, yang akan tetapi segera digantikan/ditutupi oleh pionir-pionir awal yang cepat tumbuh.
Siklus unsur hara berkembang dengan sangat cepat. Khususnya unsur-unsur hara mineral diserap dengan cepat oleh tanaman-tanaman, sebaliknya nitrogen tanah, fosfor dan belerang pada awalnya menumpuk di lapisan organik (Jordan 1985). Pertumbuhan tanaman dan penyerapan unsur hara yang cepat mengakibatkan terjadinya penumpukan biomasa yang sangat cepat. Dalam waktu kurang dari lima tahun, indeks permukaan daun dan tingkat produksi primer bersih yang dimiliki hutan-hutan primer sudah dapat dicapai. Biomasa daun, akar dan kayu terakumulasi secara berturut-turut. Begitu biomasa daun dan akar berkembang penuh, maka akumulasi biomasa kayu akan meningkat secara tajam. Hanya setelah 5-10 tahun biomasa daun dan akar halus akan meningkat mencapai nilai seperti di hutan-hutan primer. Selama 20 tahun pertama, produksi primer bersih mencapai 12-15 t biomasa/ha/tahun, yang demikian melebihi yang yang dicapai oleh hutan primer yaitu 2-11 t/ha/tahun.
Proses-proses biologi akan berjalan lebih lambat setelah sekitar 20 tahun.Ciri-ciri ini adalah permulaan dari fase ketiga (fase dewasa).
3.    Fase Dewasa
Setelah pohon-pohon pionir awal mencapai tinggi maksimumnya, mereka akan mati satu per satu dan secara berangsur-angsur digantikan oleh pionir-pionir akhir yang juga akan membentuk lapisan pohon yang homogen (Finegan 1992). Secara garis besar, karakteristik-karakteristik pionir-pionir akhir yang relatif beragam dapat dirangkum sebagai berikut: Walaupun sewaktu muda mereka sangat menyerupai pionir-pionir awal, pionir-pionir akhir lebih tinggi, hidup lebih lama (50-100 tahun), dan sering mempunyai kayu yang lebih padat.
Pionir-pionir akhir menggugurkan daun dan memiliki biji/benih yang disebarkan oleh angin, yang seringkali dorman di tanah dalam periode waktu yang sangat lama. Mereka bahkan dapat berkecambah pada tanah yang sangat miskin unsur hara bila terdapat intensitas cahaya yang cukup tinggi. Jenis-jenis pionir akhir yang termasuk kedalam genus yang sama biasanya dijumpai tersebar didalam sebuah daerah geografis yang luas.
Dalam akhir fase, akumulasi biomasa berangsur-angsur mengecil secara kontinyu. Dalam hutan-hutan yang lebih tua, biimasa yang diproduksi hanya 1- 4.5 t/ha/tahun. Setelah 50-80 tahun, produksi primer bersih mendekati nol. Sejalan dengan akumulasi biomasa yang semakin lambat, efisiensi penggunaan unsur-unsur hara akan meningkat, karena sebagian besar dari unsur-unsur hara tersebut sekarang diserap dan digunakan kembali. Sebagai hasil dari keadaan tersebut dan karena adanya peningkatan unsur hara-unsur hara yang non-fungsional pada lapisan organik dan horizon tanah bagian atas, maka konsentrasi unsur-unsur hara pada biomasa menurun (Brown & Lugo 1990). Perputaran kembali unsur hara pada daun-daunan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan fase sebelumnya.
4.    Fase klimaks
Pionir-pionir akhir mati satu per satu setelah sekitar 100 tahun (Liebermann & Liebermann 1987) dan berangsur-angsur digantikan oleh jenis-jenis tahan naungan yang telah tumbuh dibawah tajuk pionir-pionir akhir. Jenis-jenis ini adalah jenis-jenis pohon klimaks dari hutan primer, yang dapat menunjukkan ciri-ciri yang berbeda. Termasuk dalam jenis-jenis ini adalah jenis-jenis kayu tropik komersil yang bernilai tinggi dan banyak jenis lainnya yang tidak (belum) memiliki nilai komersil.
Perlahan-lahan suatu kondisi keseimbangan yang stabil (steady-state) mulai terbentuk, dimana tanaman-tanaman yang mati secara terus menerus digantikan oleh tanaman (permudaan) yang baru. Areal basal dan biomasa hutan primer semula dicapai setelah 50-100 tahun (Riswan et al. 1985) atau 150-250 tahun (Saldarriaga et. al. 1988). Setelah itu tidak ada biomasa tambahan yang terakumulasi lagi. Namun, permudaan lubang/celah tajuk yang khas terjadi pada hutan-hutan tropik basah biasanya memerlukan waktu selama 500 tahun (Riswan et al. 1985).
Suksesi standar yang dijelaskan di atas adalah suatu contoh gambaran yang sangat skematis dari proses-proses suksesi yang sangat kompleks dan beragam. Walaupun kebanyakan suksesi mengikuti pola seperti yang dijelaskan di atas, pada kenyataannya di alam beberapa tahap suksesi sering terlampaui, atau berbagai proses suksesi muncul secara bersamaan dalam susunan seperti mosaik. Suatu situasi khusus terjadi, bila permudaan dari jenis pohon klimaks tetap hidup atau terdapat di seluruh areal setelah atau walaupun terjadi gangguan yang menyebabkan penggundulan hutan tersebut. Dalam hal ini, seluruh fase suksesi akan dilalui oleh komunitas tumbuhan tersebut, dan sebagai akibatnya yang terjadi hanyalah perubahan struktur hutan.
Proses suksesi sangat terkait dengan faktor linkungan, seperti letak lintang, iklim, dan tanah. Lingkungan sangat menentukan pembentukkan struktur komunitas klimaks. Misalnya, jika proses suksesi berlangsung di daerah beriklim kering, maka proses tersebut akan terhenti (klimaks) pada tahap komunitas rumput; jika berlangsung di daerah beriklim dingin dan basah, maka proses suksesi akan terhenti pada komunitas (hutan) conifer, serta jika berlangsung di daerah beriklim hangat dan basah, maka kegiatan yang sama akan terhenti pada hutan hujan tropic (Irwanto, 2010).

Lalu proses suksesi sangat beragam, tergantung kondisi lingkungan. Proses suksesi pada daerah hangat, lembab, dan subur dapat berlangsung selama seratus tahun. Coba kalian bandingkan kejadian suksesi pada daerah yang ekstrim (misalnya di puncak gunung atau daerah yang sangat kering). Pada daerah tersebut proses suksesi dapat mencapai ribuan tahun. Kecepatan proses suksesi dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
1.        Luas komunitas asal yang rusak karena gangguan.
2.        Jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu.
3.        Kehadiran pemencar benih.
4.        Iklim, terutama arah dan kecepatan angina yang membantu penyebaran biji, sporam dan benih serta curah hujan.
5.        Jenis substrat baru yang terbentuk
6.        Sifat – sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya suksesi.

Suksesi tidak hanya terjadi di daratan, tetapi terjadi pula di perairan misalnya di danau dan rawa. Danau dan rawa yang telah tua akan mengalami pendangkalan oleh tanah yang terbawa oleh air. Danau yang telah tua ini disebut eutrofik.
Telah dijelaskan bahwa akhir sukses adalah terbentuknya suatu komunitas klimaks. Berdasarkan tempat terbentuknya, terdapat tiga jenis komunitas klimaks sebagai berikut :
  1. Hidroser yaitu sukses yang terbentuk di ekosistem air tawar.
  2. Haloser yaitu suksesi yang terbentuk di ekosistem air payau
  3. xeroser yaitu sukses yang terbentuk di daerah gurun.
Pembentukkan komunitas klimaks sangat dipengaruhi oleh musim dan biasanya komposisinya bercirikan spesies yang dominant. Berdasarkan pengaruh musim terhadap bentuknya komunitas klimaks, terdapat dua teori sebagai berikut :
  1. Hipotesis monoklimaks menyatakan bahwa pada daerah musim tertentu hanya terdapat satu komunitas klimaks
  2. Hipoteis poliklimaks mengemukakan bahwa komunitas klimaks dipengaruhi oleh berbagai faktor abiotik yang salah satunya mungkin dominan.
(Arianto, 2008)





BAB 3. METODE PENELITIAN

3. 1.     Tempat dan Waktu Penelitian
Pengamatan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2011 selama 5 minggu. Tempat pengamatan adalah di belakang Gedung Kauje, Jember.

3. 2.     Alat dan Bahan
3.2.1.      Alat
§ Cangkul
§ Parang
§ Meteran
§ Kantong plastik
§ Tali rafia
§ Label
3.2.2.      Bahan:
§ Dua buah lahan alami seluas 10x10 m2

1.1.       Pembahasan
Pada Praktikum kali ini membahas tentang “ Suksesi Tumbuhan” yang bertujuan untuk mengetahui proses terjadinya suksesi alami dari lahan garapan dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi. Suksesi merupakan proses perubahan dalam suatu komunitas yang berlangsung hingga menuju suatu arah pembentukan komunitas secara teratur. Suksesi merupakan proses yang terjadi akibat adanya modifikasi lingkungan fisik dalam suatu komunitas tersebut. Pengamatan suksesi ini kami lakukan di belakang Gedung Kauje.
Praktikum ini dilakukan dengan membuat petak sebanyak 1 buah dengan luas 1 m X 1 m, petak inilah yang dibuat gundul (dirusak) dengan cara mencangkul area petak ini hingga akar tanaman yang ada manjadi hilang sama sekali. Kemudian petak tersebut dibagi menjadi 16 petak kecil dengan ukuran masing-masing yaitu 25 cm X 25 cm. petak dibuat dengan menggunakan tali rafia dengan warna yang mencolok (misalnya merah), pemilihan warna ini bertujuan agar pembatas (garis) tersebut masih dapat terlihat jelas walaupun nantinya tumbuh berbagai tumbuhan dengan lebat.
Pengamatan tentang suksesi ini dilakukan selama 5 minggu. Pada saat penbuatan petak dan pencangkulan lahan, dihitung sebagai minggu ke 0. Selama berlangsungnya pengamatan suksesi, praktikan mengalami beberapa minggu di mana tidak turun hujan (± 2 minggu), sedangkan di sisa minggu yang ada, hampir setiap harinya turun hujan. Apabila tempat suksesi tergenang air, maka pada saat pengamatan air yang tergenang tersbut harus dikuras agar vegetasi yang kemungkinan tumbuh di plot yang tergenangi air bisa terlihat.
Perlu diketahui bahwa hujan sangat berpengaruh dalam pertumbuhan tanaman dan berlangsungnya suksesi di dalam tumbuhan pada petak yang bersangkutan. Semakin deras hujan yang terjadi, maka akan dapat dipastikan suksesi yang terjadi juga akan semakin subur (lebat).
Pada minggu pertama, hanya ada sedikit vegetasi yang tumbuh. Adapun vegetasi yang tumbuh pertama kali adalah rumput teki. Hampir di setiap petak ditumbuhi oleh rumput teki, kecuali pada petak ke 8 – 10 dan petak ke 14 – 16 belum ada vegetasi yang tumbuh. Hal ini kemungkinan pada petak tersebut, proses pencangkulan sampai menghilangkan akar dari tanaman yang ada sebelumnya sehingga diperlukan proses yang lama untuk menumbuhkan kembali tanaman tersebut.
Pada minggu kedua, terdapat vegetasi baru, yaitu ilalang. Tetapi tidak semua petak yang ditumbuhi ilalang. Petak yang tidak ditumbuhi ilalang yaitu petak nomor 2, 5, 7, 9, 10, 12, 15, dan 16. Begitu pula dengan tumbuhnya rumput teki. Ternyata, pada minggu kedua pun, tidak semua petak yang ditumbuhi rumput teki.  Pada petak nomor 9, 10, 15, dan 16 belum ada satu vegetasi pun yang tumbuh.
Pada minggu ketiga, pertumbuhan rumput teki yang ada pada beberapa plot menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hal itu bisa dilihat dari jumlah rata-rata luas penutupan pada semua petak. Tetapi masih ada 3 plot yang belum ditumbuhi vegetasi, yaitu petak 9, 10, dan 16.
Pada minggu keempat, pertambahan luas penutupan dan tinggi vegetasi semakin terlihat. Tetapi pada petak 9, 10, dan 16 masih belum ditumbuhi vegetasi.
Pada minggu kelima, semua petak sudah ditumbuhi vegetasi, baik rumput teki saja maupun ilalang dan rumput teki. Namun, jika dilihat dari grafik luas penutupan, ternyata rumput teki mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan dikarenakan sering terjadinya hujan yang mengakibatkan daun-daun pada rumput teki menjadi layu sehingga dalam pengukuran luas penutupan, terjadi kesalahan hitung oleh praktikan.
Berikut adalah hasil grafik penutupan luas dan grafik tinggi :

Dari grafik luas penutupan dan grafik tinggi di atas dapat diketahui bahwa tidak terjadi pertautan grafik antara teki dan ilalang. Ini menunjukkan bahwa belum terjadi suksesi secara sempurna. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa tanaman rumput teki mendominasi pertumbuhan pada setiap petak. Hal ini dikarenakan rumput teki dapat tumbuh pada lingkungan yang terbatas.

Dalam praktikum yang kami lakukan, suksesi yang terjadi pada lahan garapan yang kami buat termasuk dalam jenis suksesi sekunder. Suksesi sekunder muncul dari kerusakan alam yang parsial saja, hal ini sesuai karena kerusakan yang timbul hanya disebabkan oleh proses pencangkulan dan bukan karena kerusakan alam total yang umumnya terjadi akibat bencana alam.
Jenis suksesi sekunder yang terjadi berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan proses perubahan yang disebut suksesi progresif. Hal ini disebabkan perubahan komunitas tumbuhan atau vegetasi menggambarkan bertambah banyaknya suatu lahan garapan oleh berbagai jenis tumbuhan pada hasil percobaan.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa vegetasi yang pertama muncul adalah jenis rerumputan yaitu rumput teki. Hal ini disebabkan jenis suksesi merupakan suksesi sekunder, dimana sudah terdapat kehidupan sebelumnya. Vegetasi yang biasanya muncul pertama kali biasanya berupa tumbuhan pelopor atau pionir yaitu tumbuhan yang berkemampuan tinggi untuk hidup pada lingkungan yang serba terbatas pada berbagai faktor pembatas. Kehadiran kelompok pionir ini akan menciptakan kondisi lingkungan tertentu yang memberikan kemungkinan hidup bagi tumbuhan lainnya. Jenis tumbuhan pionir lainnya yaitu tumbuhan lumut kerak. Lumut kerak termasuk dalam tumbuhan pionir sebab memiliki kemampuan dalam proses pembentukam lapisan tanah, memecah batuan dengan akarnya dan membebaskan materi organik ketika terjadi pelapukan dari bagian tumbuhan yang mati.
Proses terjadinya suksesi dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang baik secara terpisah-pisah maupun dalam kombinasi dapat mempengaruhi ketidakhadiran atau kehadiran, keberhasilan atau kegagalan berbagai komunitas tumbuhan melalui vegetasi penyusunnya (Polunin, 1990:348).
Faktor-faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi kategori yaitu :
a)        Iklim
b)        Fisiografis
c)        Edatik
d)       Biotik

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suksesi :
a.        Iklim
-       Curah hujan
Curah hujan menentukan ketersediaan air untuk pertumbuhan dan proses-proses penting lainnya pada vegetasi (Polunin, 1990:353). Air merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan tipe vegetasi. Air dapat mengubah kadar garam tanah sehingga dapat mempengaruhi vegetasi suatu daerah. Jumlah hujan yang turun berlainan antara suatu daerah dengan daerah lainnya, tergantung dari beberapa faktor yaitu topografi, letak daerah dan letak geografis.
-       Suhu
Suhu di daerah tropika tidak pernah turun sampai titik beku dan kebanyakan berkisar antara 200C dan 280C. Suhu tropika yang tinggi disebabkan oleh sudut jatuh pancaran surya yang hampir tegak. Perubahan tahunan panjangnya hari yang hanya kecil, dan kapasitas bahan dalam lautan dan tanah. Suhu yang tinggi pada daerah tropika kebanyakan disebabkan oleh suhu minimum yang lebih tinggi dan tidak dipengaruhi suhu maksimumnya yang dekat di khatulistiwa mencapai kira-kira 300C.
-       Kelembaban
Kelembaban atmosfer yang merupakan fungsi dari banyaknya dan lamanya curah hujan, terdapatnya air tergenang, dan suhu merupakan faktor lingkungan yang penting yang dapat menentukan ada atau tidaknya beberapa jenis tumbuhan dan hewan dalam habitat tertentu. Ukuran yang paling berguna untuk penelitian ekologi adalah daya penguapan udara, ukuran lain kelembaban atmosfer adalah persentase kelembaban nisbi dan laju penguapan yang diukur dengan porimeter. 
Kelembaban dapat menentukan ada atau tidaknya beberapa jenis tumbuhan dalam suatu tempat. Sumber utama air dalam udara adalah hasil penguapan dari sungai atau genangan air, laut, tanah, serta hasil transpirasi dari tumbuhan.
Kelembaban udara dipengaruhi oleh temperatur, yaitu apabila suhu turun menyebabkan kelembaban relatif bertambah, sedangkan jika suhu naik maka kelembaban akan berkurang. Kelembaban dan suhu juga mempengaruhi dalam menentukan daerah distribusi tumbuhan terutama pepohonan.
-       Angin
Pengaruh angin terhadap vegetasi cukup penting. Angin memberikan pengaruh terhadap konfigrasi, distribusi tumbuhan dan juga mempengaruhi faktor ekologi lainnya seperti kandungan air dalam udara, suhu di suatu tempat melalui pengaruhnya terhadap penguapan. Angin juga mempengaruhi secara langsung vegetasi yaitu dengan menumbangkan pohon-pohon atau mematahkan dahan-dahan atau bagian-bagian lain (Polunin, 1990:358)
-       Cahaya
Cahaya juga memainkan peranan penting dalam penyebaran, orientasi dan pembungaan tumbuhan. Di dalam hutan tropika, cahaya merupakan faktor pembatas, dan jumlah cahaya yang menembus melalui sudut hutan akan tampak menentukan lapisan atau tingkatan yang terbentuk oleh pepohonan.  
-       Keseimbangan Energi
Baik tumbuhan maupun hewan tersinari dari segala arah dengan sinaran surya, yaitu oleh sinar surya langsung maupun cahaya yang dipantulkan dari tanah, dari benda lain di sekelilingnya dan dari awan. Sinaran surya penting bagi tumbuhan karena meupakan satu-satunya sumber energi untuk fotosintesis. Secara tidak langsung sinar itu juga menyediakan energi untuk segala proses kehidupan dalam biosfer.

b.        Faktor fisiografis
-       Topografi
Faktor topografi berurusan dengan corak permukaan daratan dan mencakup ketinggian, kemiringan tanah, lapis alas geologi yang mempengaruhi pengirisan, pengikisan dan penutupan. Berbagai corak permukaan tanah itu berpengaruh pada sifat dan sebaran komunitas tumbuhan. 
c.         Faktor edatik
-       Tanah
Tanah membentuk lingkungan untuk sistem akar yang rumit pada tumbuhan dan bagian bawah tanah lainnya seperti rhizoma, subang dan umbi lapis maupun untuk sejumlah jasad tanah. Tanah juga secara terus menerus menyediakan air dan garam mineral. Dapat berdiri tegaknya tanaman di atas tanah merupakan masalah yang peka. Beberapa jenis tanaman tidak dapat tumbuh pada pada tanah jenis tertentu kecuali jika pohon itu telah tersesuaikan secara khusus.  

d.        Faktor biotik
Meliputi pengaruh jasad kehidupan baik hewan maupun tumbuhan. Pengaruh itu dapat langsung ataupun tidak langsung dan dapat merugikan atau menguntungkan tumbuhan tersebut. Di dalam hutan banyak terdapat tumbuhan, komunitas tersebut berinteraksi satu sama lain dan menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya.    

Sehingga dari percobaan yang telah dilakukan dapat dikatakan berhasil sebab tampak terjadinya proses suksesi yakni perubahan dalam suatu komunitas yang berlangsung menuju ke suatu arah pembentukan komunitas secara teratur. Hal ini nampak dengan munculnya beberapa jenis vegetasi yang nantinya akan membentuk suatu komunitas baru.



BAB 5. PENUTUP

5.1.  Kesimpulan
1.      Suksesi yang kami lakukan ini merupakan jenis suksesi sekunder. Karena telah ditemukan adanya kehidupan sebelumnya, yaitu berupa rumput-rumput liar, yang kemudian dibersihkan dengan cara dicangkul sampai bersih hingga akar-akarnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pioner. Yaitu ada fase permulaan, fase awal, fase muda, dan diakhiri dengan fase klimaks yang ditandai dengan matinya tanaman secara terus-menerus.

2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi:
a)       Iklim
1)    Curah hujan
2)    Suhu dan kelembaban
3)    Angin cahaya
4)    Keseimbangan energi
b)Fisiografis: Topografi
c)       Edatik: Tanah
d)      Biotik

5.2.  Saran
·      Sebaiknya pengamatan suksesi harus lebih teliti dalam mengamati dan mengukur  jenis tumbuhan yang tumbuh pada lahan garapan.



DAFTAR PUSTAKA


Arianto. 2008. Pengertian Suksesi [serial online] http://sobatbaru.blogspot.com /2008/06/pengertian-suksesi.html  [18 Desember 2011]

Irwanto, 2010. Tahap-tahap Perkembangan Suksesi [serial online] http://irwantoshut.blogspot.com/2010/03/tahap-tahap-perkembangan-suksesi.html  [18 Desember 2011]
Michael, P., 1996. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta : UI Press.
Odum, H. T., 1992. Ekologi Sistem Suatu Pengantar. Yogyakarta : UGM Press.
Polunin, M., 1960. Pengantar Geografi dan Beberapa Ilmu Serumpun. Yogyakarta : UGM Press,.
Soemarwoto, O., 1983. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan,. Jakarta : Djambatan
Suharno, 1999, Biologi, Jakarta : Erlangga.
Tim Dosen Ekologi Tumbuhan. 2011. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Jember : Universitas Jember